28 Januari 2024

DISEMINASI BUDAYA POSITIF (WORKSHOP DISIPLIN POSITIF DAN PENGUATAN P5 SEKOLAH DASAR KECAMATAN MERAKURAK TAHUN 2024)

Adanya perundungan/bullying yang marak terjadi pada siswa yang dilakukan oleh oknum guru kepada siswa di lingkungan pendidikan formal maupun non-formal hingga kasusnya mencuat ke permukaan dan masuk ke ranah pengadilan sehingga berdampak negatif bagi dunia pendidikan khususnya di lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten Tuban. Hal ini merupakan fenomena yang sangat memprihatinkan bagi dunia pendidikan di mana anak manusia seharusnya mendapat pendidikan dan pengajaran akan ilmu pengetahuan dan budi pekerti yang luhur namun mereka malah mendapatkan perlakuan yang kontradiktif dan kontra produktif di sana oleh oknum guru yang notabene seharusnya menjadi panutan dalam berucap dan bertingkah laku. Peristiwa seperti ini tentu memiliki sebab di antaranya mungkin karena faktor minimnya penguasaan ilmu pedagogi oleh oknum guru tersebut. Pengalaman buruk yang menimpa para korban perundungan akan berdampak sangat negatif pada psikologis dan tumbuh kembang siswa. Perundungan akan menyebabkan keadaan emosi dan kejiwaan yang apatis, minder tak percaya diri, merasa lemah, dan perasaan tertekan (depresi) yang membuat siswa menjadi malas belajar, tak bersemangat, bahkan putus asa dan tak berpengharapan. Ini adalah keadaan yang sangat buruk bagi seorang anak/peserta didik. Hal ini juga bertentangan dengan semangat merdeka belajar yang digaungkan oleh Kemendikbudristek yang menjadikan filosofi dan pemikiran Ki Hadjar Dewantara sebagai panutan dalam dunia pendidikan. Ki Hadjar Dewantara menyatakan bahwa tujuan pendidikan adalah menuntun segala kodrat yang ada pada anak untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya, baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Oleh sebab itu segala macam perundungan dan kekerasan baik kekerasan fisik maupun verbal harus dihentikan karena hanya akan menyebabkan konsekuensi buruk seperti yang tersebut di atas. Untuk menghentikan segala macam bentuk perundungan dan kekerasan terhadap peserta didik maka diperlukan pemahaman yang baik terhadap ilmu pedagogi oleh seorang guru yang terkandung dalam penerapan budaya positif. Budaya positif yang meliputi disiplin positif, teori motivasi, keyakinan kelas, kebutuhan dasar manusia, posisi kontrol, dan segitiga restitusi merupakan pendekatan dan cara-cara humanis dalam menerapkan pembelajan dan penanaman karakter yang unggul dan berkualitas. Oleh sebab itu Bapak Drs. Muri, M.Pd. selaku Pengawas Sekolah di wilayah Kecamatan Merakurak merasa ada urgensi tinggi untuk menerapkan budaya positif di wilayah binaan beliau. Adalah para Calon Guru Penggerak di Kecamatan Merakurak yang telah dan sedang mengikuti kegiatan Pendidikan Calon Guru Penggerak Angkatan 9 Tahun 2023, dihimbau agar mengadakan pengimbasan ilmu yang telah mereka dapatkan kepada seluruh pendidik di wilayah Kecamatan Merakurak sehingga diharapkan kegiatan pengimbasan ini dapat berdampak positif dalam pencegahan peristiwa perundungan dan berbagai tindak kekerasan.

Materi LMS: https://drive.google.com/file/d/1Iaqe9Av98W3t7YGfxstyOu6u3ACKv5Bg/view?usp=sharing

Presentasi: https://www.canva.com/design/DAFyWsEcKAY/vghqA8q7e8SbZ4zG1DTFlw/edit?utm_content=DAFyWsEcKAY&utm_campaign=designshare&utm_medium=link2&utm_source=sharebutton

Galeri: https://drive.google.com/drive/folders/1ZC9OylkgIVIgYndihLyFc7IzpuwXD9Gv?usp=sharing




















04 Desember 2023

 

2.3.a.8. Koneksi Antarmateri - Modul 2.3

Nama CGP     : HANDOKO, S.Pd.SD

Sekolah           : SDN Temandang II Kec. Merakurak Kab. Tuban



 

Koneksi antar materi adalah hasil penalaran CGP menghubungkan pemahaman antarmateri yang telah dipelajari mulai dari materi pada modul yang paling awal sampai modul yang terakhir dipelajari.

1. Bagaimana peran Anda sebagai seorang coach di sekolah dan keterkaitannya dengan materi sebelumnya di paket modul 2 yaitu pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran sosial dan emosi?

Setelah mempelajari Modul 2.3 ini saya mendapatkan pengalaman yang luar biasa di mana saya berlatih dan mempraktekkan coaching bersama rekan CGP lainnya yang mana belum pernah saya lakukan dan praktekkan dalam proses coaching dengan alur TIRTA.

Pada saat pertama kali latihan praktek coaching karena masih baru mengenal perasaan saya masih bingung dan ragu apakah praktek coaching ini dapa saya laksanakan. Namun seiring dengan latihan bersama CGP lain dan melaksanakan dengan alur TIRTA saya menjadi lebih bersemangat lagi untuk belajar dan latihan praktek coaching ini.

Namun pelaksanaan coaching di sekolah ini harus sering dilakukan  sebagai latihan baik langsung baik kepada murid maupun kepada rekan guru disekolah.

Kaitannya coaching dengan peran saya disekolah tentunya tak terlepas dengan pelaksanaan kegiatan pembelajaran peran guru adalah menuntun segala kodrat yang dimiliki anak agar dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagia masyarakat (Ki Hajar Dewantara).

Penyampaian keterkaitan materi itu mencerminkan seberapa jauh penguasaan dan pemahaman terhadap materi yang telah dipelajari. CGP menyimpulkan dan menjelaskan keterkaitan materi yang diperoleh dan membuat refleksi berdasarkan pemahaman yang dibangun selama modul 2 dalam berbagai media.

Salah satu cara dalam menuntun murid adalah dengan proses coaching di mana guru berperan sebagai coach dan murid sebagai coachee dengan tujuan menuntun murid untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan kekuatan kodrat dan potensi yang ada dalam diri murid.

 

Peran guru sebagai coach dalam menuntun murid ketika proses pembelajaran diharapkan dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan dengan kehadiran penuh, mendengarkan aktif dan memberi pertanyaan yang dapat menstimulus pengetahuan siswa terhadap materi yang dipelajari.

 

Keterkaitan Coaching dalam proses kegiatan pembelajaran serta proses pembelajaran yang berdiferensiasi dengan pemetaan kebutuhan murid sesuai dengan tingkat pemahaman dan kekuatan kodrat yang ada pada dirinya dengan melaksanakan diagnostik kognitif terlebih dahulu agar dapat mengetahui langkah awal dalam mempersiapkan strategi pembelajaran baik proses, konten maupun produk yang akan dihasilkan.

Pelaksanaan coaching menuntun murid dalam kegiatan pembelajaran berdiferensiasi dengan kompetensi sosial emosional yang dimiliki guru diharapkan pembelajaran yang berpusat kepada siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran pada murid sesuai dengan kekuatan kodrat dan karakteristik murid yang berbeda.

2. Bagaimana keterkaitan keterampilan coaching dengan pengembangan kompetensi sebagai pemimpin  pembelajaran?

Keterkaitan keterampilan coaching dalam pengembangan kompetensi sebagai pemimpin pembelajaran melalui praktik coaching, dengan penerapan paradigma coaching, prinsip coaching, kompetensi inti coching melalui alur TIRTA dan mendengarkan dengan RASA sebagai faktor pendukung terhadap pengembangan kompetensi pemimpin pembelajaran sebagai salahsatu kompetensi yang harus dimiliki oleh Calon Guru Penggerak.

Konsep Coaching

Coaching didefinisikan sebagai sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, di mana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999).

Coaching sebagai kunci pembuka potensi seseorang untuk untuk memaksimalkan kinerjanya (Whitmore, 2003). Coaching sebagai “…bentuk kemitraan bersama klien (coachee) untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif.” (International Coach Federation -ICF).

Coaching dalam Konteks Pendidikan: Tujuan pendidikan itu ‘menuntun’ tumbuhnya atau hidupnya kekuatan kodrat anak sehingga dapat memperbaiki lakunya. Keterampilan Coaching perlu dimiliki para pendidik untuk menuntun segala kekuatan kodrat (potensi) agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai manusia maupun anggota masyarakat.

Proses Coaching sebagai komunikasi pembelajaran antara guru dan murid, murid diberikan ruang kebebasan untuk menemukan kekuatan dirinya dan peran pendidik sebagai ‘pamong’ dalam memberi tuntunan dan memberdayakan potensi yang ada agar murid tidak kehilangan arah dan menemukan kekuatan dirinya tanpa membahayakan dirinya.

Paradigma Berfikir Coaching

Tindakan untuk dapat membantu rekan sejawat untuk mengembangkan kompetensi diri mereka dan menjadi otonom, pentingnya perlu memiliki paradigma berpikir Coaching terlebih dahulu.

Paradigma tersebut adalah:

(1) Fokus pada coachee/rekan yang akan dikembangkan;

(2) Bersikap terbuka dan ingin tahu;

(3) Memiliki kesadaran diri yang kuat;

(4) Mampu melihat peluang baru dan masa depan.

Prinsip Coaching

1)     Kemitraan adalah posisi coach terhadap coachee-nya adalah mitra. Itu berarti setara dalam Coaching, tidak ada yang lebih tinggi maupun lebih rendah. Coachee adalah sumber belajar bagi dirinya sendiri. Coach merupakan rekan berpikir bagi coachee-nya dalam membantu coachee belajar dari dirinya sendiri.

2)     Proses kreatif adalah dilakukan melalui percakapan, yang dua arah, memicu proses berpikir coachee, memetakan dan menggali situasi coachee untuk menghasilkan ide-ide baru.

3)     Memaksimalkan potensi adalah memaksimalkan potensi dan memberdayakan rekan sejawat, percakapan perlu diakhiri dengan suatu rencana tindak lanjut yang diputuskan oleh rekan yang dikembangkan.

Kompetensi Inti Coaching

1)     Mengajukan pertanyaan berbobot adalah mengajukan pertanyaan dengan tujuan tertentu atau pertanyaan berbobot. Pertanyaan yang diajukan seorang coach diharapkan menggugah orang untuk berpikir dan dapat menstimulasi pemikiran coachee, memunculkan hal-hal yang mungkin belum terpikirkan sebelumnya, mengungkapkan emosi atau nilai dalam diri dan yang dapat mendorong coachee untuk membuat sebuah aksi bagi pengembangan diri dan kompetensi.

2)     Mendengarkan dengan aktif adalah kemampuan untuk fokus pada apa yang dikatakan oleh lawan bicara dan memahami keseluruhan makna yang tidak terucap.

3)     Kehadiran penuh (presence) adalah kemampuan untuk bisa hadir utuh pada coachee, atau di dalam Coaching disebut sebagai Coaching presense sehingga badan, pikiran, hati, selaras saat sedang melakukan percakapan Coaching. Kehadiran penuh ini adalah bagian dari kesadaran diri yang akan membantu munculnya paradigma berpikir dan kompetensi lain saat kita melakukan percakapan Coaching.

 

Alur Percakapan TIRTA

Tirta berarti air. Air mengalir dari hulu ke hilir. Jika kita ibaratkan murid kita adalah air, maka biarlah ia merdeka, mengalir lepas hingga ke hilir potensinya. Sebagai seorang coach salah satu peran terpentingnya adalah membantu coachee.

TIRTA terdari dari Tujuan awal di mana kedua pihak coach dan coachee menyepakati tujuan pembicaraan yang akan berlangsung. Idealnya tujuan ini datang dari coachee. Identifikasi di mana coach melakukan penggalian dan pemetaan situasi yang sedang dibicarakan, dan menghubungkan dengan fakta-fakta yang ada pada saat sesi.

Rencana Aksi di mana pengembangan ide atau alternatif solusi untuk rencana yang akan dibuat. Tanggungjawab di mana membuat komitmen atas hasil yang dicapai dan untuk langkah selanjutnya.

Supervisi Akademik dengan Paradigma Berpikir Coaching

Dalam pelaksanaannya ada dua paradigma utama dalam menjalankan proses supervisi akademik yang memberdayakan, yakni paradigma pengembangan kompetensi yang berkelanjutan dan optimalisasi potensi setiap individu.

Prinsip supervisi akademik dengan paradigma berpikir Coaching meliputi kemitraan, proses kolaboratif antara supervisor dan guru, konstrukti bertujuan mengembangkan kompetensi individu, terencana, reflektif, objektif, informasi diambil berdasarkan sasaran yang sudah disepakati, berkesinambungan, komprehensif: mencakup tujuan dari proses supervisi akademik.

Sedangkan pelaksanaan supervisi akademik didasarkan pada kebutuhan dan tujuan sekolah dan dilaksanakan dalam tiga tahapan, yakni perencanaan, pelaksanaan supervisi, dan tindak lanjut. Tahap perencanaan, supervisor merumuskan tujuan, melihat pada kebutuhan pengembangan guru, memilih pendekatan, teknik, dan model, menetapkan jadwal, dan mempersiapkan ragam instrumen.

Dalam tahapan pelaksanaan supervisi akademik adalah observasi pembelajaran di kelas atau yang biasanya kita sebut sebagai supervisi klinis. Tahap tindak lanjut, berupa kegiatan langsung atau tidak langsung seperti percakapan Coaching, kegiatan kelompok kerja guru di sekolah, fasilitasi dan diskusi, serta kegiatan lainnya di mana para guru belajar dan memiliki ruang pengembangan diri lewat berbagai kegiatan.

Pemikiran reflektif terkait pengalaman belajar

Emosi yang dirasakan adalah termotivasi untuk lebih giat belajar mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang Coaching untuk supervisi akademik dan semakin banyak melakukan praktik Coaching maka akan semakin terasah kemampuan kita sebagai coach untuk hadir penuh (presence), mendengarkan aktif, dan mengajukan pertanyaan berbobot.

Terdapat tantangan untuk menerapkan praktik Coaching secara berkelanjutan dengan murid atau rekan sejawat agar mendapatkan ketrampilan Coaching untuk supervisi akademik. Hal yang sudah baik adalah memperoleh pemahaman dan pencerahan tentang materi Coaching untuk supervisi akademik dan sudah mempraktikkannya.

Hal yang perlu diperbaiki adalah langkah-langkah yang baik dan bijak pada mengajukan pertanyaan yang berbobot kepada coachee. Keterkaitan terhadap kompetensi dan kematangan diri pribadi adalah mengoptimalkan kekuatan diri sebagai seorang pendidik yang mampu menjadi coach dan melakukan Coaching bagi orang-orang di lingkungan sekitar.

Keterkaitan materi modul 2.1 tentang Pembelajaran Berdiferensiasi dan modul 2.2 tentang Pembelajaran Sosial Emosional (PSE), jika dihubungkan dengan materi Coaching maka pembelajaran berdiferensiasi di mana guru harus berusaha semaksimal mungkin untuk memenuhi kebutuhan belajar siswa yang terdiri dari kesiapan belajar, minat belajar, dan profil belajar siswa.

Langkah untuk memetakan kebutuhan individu siswa tersebut, guru bisa berperan sebagai coach untuk melakukan proses Coaching dengan siswa sebagai coachee. Hal tersebut mampu mengoptimalkan potensi yang ada dalam diri siswa sehingga akan menemukan cara terbaik dalam memenuhi kebutuhan individu siswa.

Pembelajaran Sosial Emosional (PSE) yang harus dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah untuk menumbukan kompetensi tentang kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, keterampilan berelasi, dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab pada diri siswa. Proses Coaching sejalan dengan PSE karena kompetensi sosial emosional tersebut dapat diterapkan oleh guru dalam proses Coaching kepada siswa.

Keterkaitan keterampilan Coaching dengan pengembangan kompetensi sebagai pemimpin pembelajaran. Terdapat 4 macam paradigma berpikir Coaching, yaitu: (1) fokus pada coachee (rekan yang akan dikembangkan, (2) bersikap terbuka dan ingin tahu, (3) memiliki kesadaran diri yang kuat, dan (4) mampu melihat peluang baru dan masa depan.

Juga 3 kompetensi inti yang penting dipahami, diterapkan, dan dilatih secara terus menerus saat melakukan percakapan Coaching kepada teman sejawat di sekolah, yaitu: (1) kehadiran penuh (presence), (2) mendengarkan aktif (menyimak), dan (3) mengajukan pertanyaan berbobot.

Salah satu referensi yang dapat kita gunakan untuk mengajukan pertanyaan berbobot hasil dari mendengarkan aktif yaitu RASA yang diperkenalkan oleh Julian Treasure.

RASA merupakan akronim dari Receive, Appreciate, Summarize, dan Ask. Di mana R (Receive/Terima), yang berarti menerima/mendengarkan semua informasi yang disampaikan coachee. Perhatikan kata kunci yang diucapkan.

A (Appreciate/Apresiasi), yaitu memberikan apresiasi dengan merespon atau memberikan tanda bahwa kita mendengarkan coachee. Respon yang diberikan bisa dengan anggukan, dengan kontak mata atau melontarkan kata. Bentuk apresiasi akan muncul saat kita memberikan perhatian dan hadir sepenuhnya pada coachee tidak terganggu dengan situasi lain.

S (Summarize/Merangkum), saat coachee selesai bercerita rangkum untuk memastikan pemahaman kita sama. Perhatikan dan gunakan kata kunci yang diucapkan coachee.

A (Ask/Tanya), coach mengajukan pertanyaan berbobot berdasarkan apa yang didengar dan hasil merangkum (summarizing), membuat pemahaman coachee lebih dalam tentang situasinya, hasil mendengarkan yang mengandung penggalian atas kata kunci atau emosi yang sudah dikonfirmasi, dan pertanyaan terbuka: menggunakan apa, bagaimana, seberapa, kapan, siapa atau di mana dan hindari menggunakan pertanyaan tertutup: “mengapa” atau “apakah” atau “sudahkah”.

Jika keterampilan Coaching sudah meningkat maka pengembangan kompetensi guru sebagai pemimpin pembelajaran akan meningkat pula. Percakapan-percakapan Coaching membantu para guru berpikir lebih dalam (metakognisi) dalam menggali potensi yang ada dalam diri dan komunitas sekolahnya sekaligus menghadirkan motivasi internal sebagai individu pembelajar yang berkelanjutan yang akan diwujudnyatakan dalam buah pikir dan aksi nyata demi tercapainya kualitas pembelajaran yang berpihak pada murid.

 


21 November 2023

PENGEMBANGAN DIRI

SELF DEVELOPMENT

Ada beberapa metode pengembangan diri yang bisa jadi sudah kita praktikan selama ini di sekolah yaitu mentoring, konseling, fasilitasi dan training.  Agar lebih memahami konsep coaching secara lebih mendalam, ada baiknya kita juga menyelami perbedaan peran coaching dengan metode-metode pengembangan diri tersebut. Untuk mengetahui perbedaan peran tersebut, mari kita simak terlebih dahulu definisi dari masing-masing metode pengembangan diri tersebut:

1. Definisi mentoring

Stone (2002) mendefinisikan mentoring sebagai suatu proses di mana seorang teman, guru, pelindung, atau pembimbing yang bijak dan penolong menggunakan pengalamannya untuk membantu seseorang dalam mengatasi kesulitan dan mencegah bahaya. Sedangkan Zachary (2002) menjelaskan bahwa mentoring memindahkan pengetahuan tentang banyak hal, memfasilitasi perkembangan, mendorong pilihan yang bijak dan membantu mentee untuk membuat perubahan.

2. Definisi konseling

Gibson dan Mitchell (2003) menyatakan bahwa konseling adalah hubungan bantuan antara konselor dan klien yang difokuskan pada pertumbuhan pribadi dan penyesuaian diri serta pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Sementara itu, Rogers (1942) dalam Hendrarno, dkk (2003:24), menyatakan bahwa konseling merupakan rangkaian-rangkaian kontak atau hubungan secara langsung dengan individu yang tujuannya memberikan bantuan dalam mengubah sikap dan tingkah lakunya.


3. Definisi Fasilitasi

Shwarz (1994) mendefinisikan fasilitasi sebagai sebuah proses di mana seseorang yang dapat diterima oleh seluruh anggota kelompok, secara substantif berdiri netral, dan tidak punya otoritas mengambil kebijakan, melakukan intervensi untuk membantu kelompok memperbaiki cara-cara mengidentifikasi dan menyelesaikan berbagai masalah, serta membuat keputusan, agar bisa meningkatkan efektivitas kelompok itu.

4. Definisi Training

Training menurut Noe, Hollenbeck, Gerhart & Wright (2003) merupakan suatu usaha yang terencana untuk memfasilitasi pembelajaran tentang pekerjaan yang berkaitan dengan pengetahuan, keahlian dan perilaku oleh para pegawai.

5. Definisi Coaching 
Coaching didefinisikan sebagai sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, di mana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999). 
Sedangkan Whitmore (2003) mendefinisikan coaching sebagai kunci pembuka potensi seseorang untuk untuk memaksimalkan kinerjanya. Coaching lebih kepada membantu seseorang untuk belajar daripada mengajarinya. 
Sejalan dengan pendapat para ahli tersebut, International Coach Federation (ICF) mendefinisikan coaching sebagai“…bentuk kemitraan bersama klien (coachee) untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif.”

Sumber: LMS PGP A-9 

14 November 2023

2.2.a.8. Koneksi Antar Materi - Modul 2.2

 

2.2.a.8. Koneksi Antar Materi - Modul 2.2



Nama CGP     : HANDOKO, S.Pd.SD.

Sekolah           : SDN Temandang II Kec. Merakurak Kab. Tuban

  1. Sebelum mempelajari modul 2.2 ini, saya berpikir bahwa Pembelajaran  Sosial Emosional hanya untuk PTK saja sebagai konsumsi orang dewasa sehingga saya tak pernah berpikir bahwa hal ini perlu diterapkan kepada murid di sekolah.
    Setelah mempelajari modul ini, ternyata Pembelajaran Sosial Emosional sangat penting untuk menunjang perkembangan belajar murid maupun PTK dalam menciptakan lingkungan belajar yang aman, nyaman, dan menyenangkan. PSE dengan 5 (lima) Kompetensi Sosial Emosional juga dapat meningkatkan kompetensi akademik dan kesejahteraan psikologis (Well-Being).
  2. Berkaitan dengan kebutuhan belajar dan lingkungan yang aman dan nyaman untuk memfasilitasi seluruh individu di sekolah agar dapat meningkatkan kompetensi akademik maupun kesejahteraan psikologis (well-being),  3 hal mendasar dan penting yang saya pelajari adalah:

-       Integrasi dalam Praktek Mengajar Guru dan Kurikulum Akademik

-       Menciptakan Iklim Kelas dan Budaya Sekolah

-       Penguatan Kompetensi Sosial dan Emosional Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK) di Sekolah

  1. Berkaitan dengan no 2, perubahan yang akan saya terapkan di  kelas dan sekolah:
    1. bagi murid-murid:

-       Implementasi PSE dengan pengajaran eksplisit  memastikan murid memiliki kesempatan yang konsisten untuk menumbuhkan, melatih, dan berefleksi tentang  kompetensi sosial dan emosional  dengan cara yang sesuai  dan terbuka dengan keragaman budaya.  Pengajaran eksplisit KSE dilaksanakan dalam bentuk kegiatan roda emosi, menyanyikan yel-yel, ice breaking, diskusi kelompok, berdo’a, dsb.  Dapat juga menggunakan berbagai proyek,  acara atau  kegiatan sekolah  yang rutin  untuk mengajarkan kompetensi sosial dan emosional secara eksplisit dan terintegrasi dalam kurikulum akademik.

 

    1. bagi rekan sejawat:

-       Implementasi PSE dengan pengajaran eksplisit pada aspek menjadi teladan dapat berupa menjadi figure panutan dalam hal kedisiplinan, tertib administrasi, pembuatan media pembelajaran, dan berbagi praktik baik. Dalam aspek belajar CGP dapat mendorong diri sendiri dan rekan sejawat untuk mengakses pembelajaran mandiri di PMM ataupun mengikuti diklat dan workshop dalam berbagai kesempatan. Sedangkan dalam aspek kolaborasi, CGP dapar memanfaatkan perannya dalam mendukung berbagai kegiatan ekstrakurikuler yang diampu oleh rekan sejawat contohnya menjadi guru tahfidz, menjadi pembina murid yang mengikuti lomba siswa prestasi dari kelas lain, mengoptimalkan peran sebagai sekretaris KKG dalam berbagai kerja sama antar guru baik internal sekolah maupun antar sekolah dalam wilayah gugus.

 

Pembelajaran Sosial dan Emosional adalah pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah. Proses kolaborasi ini memungkinkan anak dan pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional

Kesadaran penuh (Mindfulness) yaitu kesadaran  yang muncul ketika seseorang memberikan perhatian secara sengaja pada kondisi saat sekarang dilandasi rasa ingin tahu (tanpa menghakimi) dan kebaikan.

5 Kompetensi Sosial dan Emosional :

1.    Kesadaran diri

2.    Manajemen diri

3.    Kesadaran sosial

4.    Keterampilan berelasi

5.    Pengambilan keputusan yang bertanggung jawab

Kesadaran diri, yaitu kemampuan untuk memahami perasaan, emosi, dan nilai-nilai diri sendiri, dan bagaimana pengaruhnya pada perilaku diri dalam berbagai situasi dan konteks kehidupan

Manajemen diri, yaitu kemampuan untuk mengelola emosi, pikiran, dan perilaku diri secara efektif dalam berbagai situasi dan untuk mencapai tujuan dan aspirasi.

Kesadaran sosial, yaitu kemampuan untuk memahami sudut pandang dan dapat berempati dengan orang lain termasuk mereka yang berasal dari latar belakang, budaya, dan konteks yang berbeda-beda.

Keterampilan berelasi, yaitu kemampuan untuk membangun dan mempertahankan hubungan-hubungan yang sehat dan suportif

Pengambilan keputusan yang bertanggung jawab, yaitu kemampuan untuk mengambil pilihan-pilihan membangun yang berdasar atas kepedulian, kapasitas dalam mempertimbangkan standar-standar etis dan rasa aman, dan untuk mengevaluasi manfaat dan konsekuensi dari bermacam-macam tindakan dan perilaku untuk kesejahteraan psikologis (well-being) diri sendiri, masyarakat, dan kelompok.

RUANG LINGKUP PEMBELAJARAN SOSIAL DAN EMOSIONAL

1.    Rutin (dilakukan diluar waktu belajar akademik

2.    Terintegrasi dalam Mata Pelajaran (diskusi, penugasan,

3.    Protokol (menjadi budaya atau  aturan sekolah)

KESIMPULAN:

Pembelajaran Sosial dan Emosional dapat dilaksanakan diluar waktu belajar akademik, Terintegrasi dalam Mata Pelajaran sehingga akan tercipta Well-Being ekosistem Pendidikan yang nyaman, sehat, Bahagia, sejalan dengan Filosofi Ki Hadjar Dewantara.

KONEKSI ANTAR MATERI

KAITAN PEMBELAJARAN SOSIAL DAN EMOSIONAL – FILOSOFI KI HADJAR DEWANTARA

Budaya positif yang dikembangkan diharapkan dapat mendorong pemenuhan  kebutuhan belajar siswa sesuai kodrat yang dimiliki. Hal ini sejalan dengan Filoofi KHD (kodrat alam dan kodrat zaman)

KAITAN PEMBELAJARAN SOSIAL DAN EMOSIONAL – NILAI DAN PERAN GURU PENGGERAK

Guru dapat mengelola emosi sehingga pembelajaran yang berpusat pada murid dapat berlajan dengan baik, seimbang dan terwujud apa yang ingin dicapai. Guru Penggerak harus bisa menggunakkan segala kekuatan dan potensi yang ada untuk membangun budaya positif sekolah

KAITAN PEMBELAJARAN SOSIAL DAN EMOSIONAL –VISI GURU PENGGERAK

Dengan pembelajaran social emosional guru dapat mewujudkan visi yang diharapkan yaitu membentuk karakter siswa yang sesuai dengan Profil Pelajar Pancasila

KAITAN PEMBELAJARAN SOSIAL DAN EMOSIONAL – BUDAYA POSITIF

Guru Penggerak harus bisa menggunakkan segala kekuatan dan potensi yang ada untuk membangun budaya positif sekolah

KAITAN PEMBELAJARAN SOSIAL DAN EMOSIONAL – PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI

Pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran sosial emosional dengan pendekatan kesadaran penuh (mindfulness) dan Teknik STOP dapat dijadikan metode dan pendekatan yang dapat mewujudkan well-being sehingga terwujudnya profil pelajar pancasila