2.3.a.8.
Koneksi Antarmateri - Modul 2.3
Nama CGP : HANDOKO, S.Pd.SD
Sekolah : SDN
Temandang II Kec. Merakurak Kab. Tuban
Koneksi antar materi adalah
hasil penalaran CGP menghubungkan pemahaman antarmateri yang telah dipelajari
mulai dari materi pada modul yang paling awal sampai modul yang terakhir
dipelajari.
1. Bagaimana peran Anda sebagai seorang coach di
sekolah dan keterkaitannya dengan materi sebelumnya di paket modul 2 yaitu
pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran sosial dan emosi?
Setelah mempelajari Modul 2.3 ini saya mendapatkan pengalaman
yang luar biasa di mana saya berlatih dan mempraktekkan coaching bersama rekan
CGP lainnya yang mana belum pernah saya lakukan dan praktekkan dalam proses
coaching dengan alur TIRTA.
Pada saat pertama kali
latihan praktek coaching karena masih baru mengenal perasaan saya masih bingung
dan ragu apakah praktek coaching ini dapa saya laksanakan. Namun seiring dengan
latihan bersama CGP lain dan melaksanakan dengan alur TIRTA saya menjadi lebih
bersemangat lagi untuk belajar dan latihan praktek coaching ini.
Namun pelaksanaan
coaching di sekolah ini harus sering dilakukan sebagai latihan baik langsung baik kepada
murid maupun kepada rekan guru disekolah.
Kaitannya coaching
dengan peran saya disekolah tentunya tak terlepas dengan pelaksanaan kegiatan
pembelajaran peran guru adalah menuntun segala kodrat yang dimiliki anak agar
dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai
manusia maupun sebagia masyarakat (Ki Hajar Dewantara).
Penyampaian keterkaitan materi itu mencerminkan seberapa jauh penguasaan
dan pemahaman terhadap materi yang telah dipelajari. CGP menyimpulkan dan
menjelaskan keterkaitan materi yang diperoleh dan membuat refleksi berdasarkan
pemahaman yang dibangun selama modul 2 dalam berbagai media.
Salah satu cara dalam menuntun
murid adalah dengan proses coaching di mana guru berperan sebagai coach dan
murid sebagai coachee dengan tujuan menuntun murid untuk mencapai tujuan
pembelajaran dengan kekuatan kodrat dan potensi yang ada dalam diri murid.
Peran guru sebagai coach
dalam menuntun murid ketika proses pembelajaran diharapkan dapat mencapai
tujuan pembelajaran yang diharapkan dengan kehadiran penuh, mendengarkan aktif
dan memberi pertanyaan yang dapat menstimulus pengetahuan siswa terhadap materi
yang dipelajari.
Keterkaitan Coaching
dalam proses kegiatan pembelajaran serta proses pembelajaran yang
berdiferensiasi dengan pemetaan kebutuhan murid sesuai dengan tingkat pemahaman
dan kekuatan kodrat yang ada pada dirinya dengan melaksanakan diagnostik
kognitif terlebih dahulu agar dapat mengetahui langkah awal dalam mempersiapkan
strategi pembelajaran baik proses, konten maupun produk yang akan dihasilkan.
Pelaksanaan coaching
menuntun murid dalam kegiatan pembelajaran berdiferensiasi dengan kompetensi
sosial emosional yang dimiliki guru diharapkan pembelajaran yang berpusat
kepada siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran pada murid sesuai dengan
kekuatan kodrat dan karakteristik murid yang berbeda.
2. Bagaimana keterkaitan keterampilan coaching dengan
pengembangan kompetensi sebagai pemimpin
pembelajaran?
Keterkaitan
keterampilan coaching dalam pengembangan kompetensi sebagai pemimpin
pembelajaran melalui praktik coaching, dengan penerapan paradigma coaching,
prinsip coaching, kompetensi inti coching melalui alur TIRTA dan mendengarkan
dengan RASA sebagai faktor pendukung terhadap pengembangan kompetensi pemimpin
pembelajaran sebagai salahsatu kompetensi yang harus dimiliki oleh Calon Guru
Penggerak.
Konsep Coaching
Coaching didefinisikan sebagai sebuah proses kolaborasi yang berfokus
pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, di mana coach memfasilitasi peningkatan atas
performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi
dari coachee (Grant, 1999).
Coaching sebagai kunci pembuka potensi seseorang untuk untuk
memaksimalkan kinerjanya (Whitmore, 2003). Coaching
sebagai “…bentuk kemitraan bersama klien (coachee)
untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui
proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif.” (International
Coach Federation -ICF).
Coaching dalam Konteks Pendidikan: Tujuan pendidikan itu ‘menuntun’
tumbuhnya atau hidupnya kekuatan kodrat anak sehingga dapat memperbaiki
lakunya. Keterampilan Coaching perlu
dimiliki para pendidik untuk menuntun segala kekuatan kodrat (potensi) agar
mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai manusia maupun anggota masyarakat.
Proses Coaching sebagai
komunikasi pembelajaran antara guru dan murid, murid diberikan ruang kebebasan
untuk menemukan kekuatan dirinya dan peran pendidik sebagai ‘pamong’ dalam
memberi tuntunan dan memberdayakan potensi yang ada agar murid tidak kehilangan
arah dan menemukan kekuatan dirinya tanpa membahayakan dirinya.
Paradigma Berfikir Coaching
Tindakan untuk dapat
membantu rekan sejawat untuk mengembangkan kompetensi diri mereka dan menjadi
otonom, pentingnya perlu memiliki paradigma berpikir Coaching terlebih dahulu.
Paradigma tersebut adalah:
(1) Fokus pada coachee/rekan
yang akan dikembangkan;
(2) Bersikap terbuka dan ingin tahu;
(3) Memiliki kesadaran diri yang kuat;
(4) Mampu melihat
peluang baru dan masa depan.
Prinsip Coaching
1) Kemitraan adalah posisi coach terhadap coachee-nya
adalah mitra. Itu berarti setara dalam Coaching,
tidak ada yang lebih tinggi maupun lebih rendah. Coachee adalah sumber belajar bagi dirinya sendiri. Coach merupakan rekan berpikir bagi coachee-nya dalam membantu coachee belajar dari dirinya sendiri.
2) Proses kreatif adalah dilakukan melalui percakapan,
yang dua arah, memicu proses berpikir coachee,
memetakan dan menggali situasi coachee
untuk menghasilkan ide-ide baru.
3) Memaksimalkan potensi adalah memaksimalkan potensi
dan memberdayakan rekan sejawat, percakapan perlu diakhiri dengan suatu rencana
tindak lanjut yang diputuskan oleh rekan yang dikembangkan.
Kompetensi Inti Coaching
1) Mengajukan pertanyaan berbobot adalah mengajukan
pertanyaan dengan tujuan tertentu atau pertanyaan berbobot. Pertanyaan yang
diajukan seorang coach diharapkan
menggugah orang untuk berpikir dan dapat menstimulasi pemikiran coachee, memunculkan hal-hal yang
mungkin belum terpikirkan sebelumnya, mengungkapkan emosi atau nilai dalam diri
dan yang dapat mendorong coachee
untuk membuat sebuah aksi bagi pengembangan diri dan kompetensi.
2) Mendengarkan dengan aktif adalah kemampuan untuk
fokus pada apa yang dikatakan oleh lawan bicara dan memahami keseluruhan makna
yang tidak terucap.
3) Kehadiran penuh (presence)
adalah kemampuan untuk bisa hadir utuh pada coachee,
atau di dalam Coaching disebut
sebagai Coaching presense sehingga
badan, pikiran, hati, selaras saat sedang melakukan percakapan Coaching. Kehadiran penuh ini adalah
bagian dari kesadaran diri yang akan membantu munculnya paradigma berpikir dan
kompetensi lain saat kita melakukan percakapan Coaching.
Alur Percakapan TIRTA
Tirta berarti air. Air
mengalir dari hulu ke hilir. Jika kita ibaratkan murid kita adalah air, maka
biarlah ia merdeka, mengalir lepas hingga ke hilir potensinya. Sebagai seorang coach salah satu peran terpentingnya
adalah membantu coachee.
TIRTA terdari dari Tujuan awal di mana kedua pihak coach dan coachee menyepakati tujuan pembicaraan yang akan berlangsung.
Idealnya tujuan ini datang dari coachee.
Identifikasi di mana coach melakukan
penggalian dan pemetaan situasi yang sedang dibicarakan, dan menghubungkan
dengan fakta-fakta yang ada pada saat sesi.
Rencana Aksi di mana pengembangan ide atau alternatif solusi
untuk rencana yang akan dibuat. Tanggungjawab di mana membuat komitmen atas
hasil yang dicapai dan untuk langkah selanjutnya.
Supervisi Akademik dengan Paradigma Berpikir Coaching
Dalam pelaksanaannya
ada dua paradigma utama dalam menjalankan proses supervisi akademik yang memberdayakan,
yakni paradigma pengembangan kompetensi yang berkelanjutan dan optimalisasi
potensi setiap individu.
Prinsip supervisi akademik dengan paradigma berpikir Coaching meliputi kemitraan, proses
kolaboratif antara supervisor dan guru, konstrukti bertujuan mengembangkan
kompetensi individu, terencana, reflektif, objektif, informasi diambil
berdasarkan sasaran yang sudah disepakati, berkesinambungan, komprehensif:
mencakup tujuan dari proses supervisi akademik.
Sedangkan pelaksanaan supervisi akademik didasarkan pada
kebutuhan dan tujuan sekolah dan dilaksanakan dalam tiga tahapan, yakni
perencanaan, pelaksanaan supervisi, dan tindak lanjut. Tahap perencanaan,
supervisor merumuskan tujuan, melihat pada kebutuhan pengembangan guru, memilih
pendekatan, teknik, dan model, menetapkan jadwal, dan mempersiapkan ragam
instrumen.
Dalam tahapan pelaksanaan supervisi akademik adalah observasi
pembelajaran di kelas atau yang biasanya kita sebut sebagai supervisi klinis.
Tahap tindak lanjut, berupa kegiatan langsung atau tidak langsung seperti
percakapan Coaching, kegiatan
kelompok kerja guru di sekolah, fasilitasi dan diskusi, serta kegiatan lainnya di
mana para guru belajar dan memiliki ruang pengembangan diri lewat berbagai
kegiatan.
Pemikiran reflektif terkait pengalaman belajar
Emosi yang dirasakan adalah termotivasi untuk lebih giat belajar
mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang Coaching untuk supervisi akademik dan semakin banyak melakukan
praktik Coaching maka akan semakin terasah
kemampuan kita sebagai coach untuk
hadir penuh (presence), mendengarkan
aktif, dan mengajukan pertanyaan berbobot.
Terdapat tantangan untuk menerapkan praktik Coaching secara berkelanjutan dengan murid atau rekan sejawat agar
mendapatkan ketrampilan Coaching
untuk supervisi akademik. Hal yang sudah baik adalah memperoleh pemahaman dan
pencerahan tentang materi Coaching
untuk supervisi akademik dan sudah mempraktikkannya.
Hal yang perlu diperbaiki adalah langkah-langkah yang baik dan
bijak pada mengajukan pertanyaan yang berbobot kepada coachee. Keterkaitan terhadap kompetensi dan kematangan diri
pribadi adalah mengoptimalkan kekuatan diri sebagai seorang pendidik yang mampu
menjadi coach dan melakukan Coaching bagi orang-orang di lingkungan
sekitar.
Keterkaitan materi modul 2.1 tentang Pembelajaran
Berdiferensiasi dan modul 2.2 tentang Pembelajaran Sosial Emosional (PSE), jika
dihubungkan dengan materi Coaching
maka pembelajaran berdiferensiasi di mana guru harus berusaha semaksimal
mungkin untuk memenuhi kebutuhan belajar siswa yang terdiri dari kesiapan
belajar, minat belajar, dan profil belajar siswa.
Langkah untuk memetakan kebutuhan individu siswa tersebut, guru
bisa berperan sebagai coach untuk
melakukan proses Coaching dengan
siswa sebagai coachee. Hal tersebut
mampu mengoptimalkan potensi yang ada dalam diri siswa sehingga akan menemukan
cara terbaik dalam memenuhi kebutuhan individu siswa.
Pembelajaran Sosial Emosional (PSE) yang harus dilakukan secara
kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah untuk menumbukan kompetensi tentang
kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, keterampilan berelasi, dan
pengambilan keputusan yang bertanggung jawab pada diri siswa. Proses Coaching sejalan dengan PSE karena
kompetensi sosial emosional tersebut dapat diterapkan oleh guru dalam proses Coaching kepada siswa.
Keterkaitan keterampilan Coaching
dengan pengembangan kompetensi sebagai pemimpin pembelajaran. Terdapat 4 macam
paradigma berpikir Coaching, yaitu:
(1) fokus pada coachee (rekan yang
akan dikembangkan, (2) bersikap terbuka dan ingin tahu, (3) memiliki kesadaran
diri yang kuat, dan (4) mampu melihat peluang baru dan masa depan.
Juga 3 kompetensi inti yang penting dipahami, diterapkan, dan
dilatih secara terus menerus saat melakukan percakapan Coaching kepada teman sejawat di sekolah, yaitu: (1) kehadiran
penuh (presence), (2) mendengarkan
aktif (menyimak), dan (3) mengajukan pertanyaan berbobot.
Salah satu referensi yang dapat kita gunakan untuk mengajukan
pertanyaan berbobot hasil dari mendengarkan aktif yaitu RASA yang diperkenalkan
oleh Julian Treasure.
RASA merupakan akronim dari Receive, Appreciate, Summarize, dan
Ask. Di mana R (Receive/Terima), yang berarti menerima/mendengarkan semua
informasi yang disampaikan coachee.
Perhatikan kata kunci yang diucapkan.
A (Appreciate/Apresiasi),
yaitu memberikan apresiasi dengan merespon atau memberikan tanda bahwa kita
mendengarkan coachee. Respon yang
diberikan bisa dengan anggukan, dengan kontak mata atau melontarkan kata.
Bentuk apresiasi akan muncul saat kita memberikan perhatian dan hadir
sepenuhnya pada coachee tidak
terganggu dengan situasi lain.
S (Summarize/Merangkum),
saat coachee selesai bercerita
rangkum untuk memastikan pemahaman kita sama. Perhatikan dan gunakan kata kunci
yang diucapkan coachee.
A (Ask/Tanya),
coach mengajukan pertanyaan berbobot
berdasarkan apa yang didengar dan hasil merangkum (summarizing), membuat
pemahaman coachee lebih dalam tentang
situasinya, hasil mendengarkan yang mengandung penggalian atas kata kunci atau
emosi yang sudah dikonfirmasi, dan pertanyaan terbuka: menggunakan apa,
bagaimana, seberapa, kapan, siapa atau di mana dan hindari menggunakan
pertanyaan tertutup: “mengapa” atau “apakah” atau “sudahkah”.
Jika keterampilan Coaching
sudah meningkat maka pengembangan kompetensi guru sebagai pemimpin pembelajaran
akan meningkat pula. Percakapan-percakapan Coaching
membantu para guru berpikir lebih dalam (metakognisi) dalam menggali potensi
yang ada dalam diri dan komunitas sekolahnya sekaligus menghadirkan motivasi
internal sebagai individu pembelajar yang berkelanjutan yang akan
diwujudnyatakan dalam buah pikir dan aksi nyata demi tercapainya kualitas
pembelajaran yang berpihak pada murid.